BANDUNG, ER3News.com – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengecam keras praktik pemotongan dana kompensasi bagi sopir angkutan kota (angkot) di Kabupaten Bogor. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk premanisme, meski uang yang dipotong telah dikembalikan.
“Alhamdulillah kabarnya uangnya sudah dikembalikan. Tapi tetap, itu tindakan premanisme, meski dilakukan oleh pegawai berseragam atau kelompok organisasi,” tegas Dedi dalam pernyataannya melalui akun Instagram @dedimulyadi71 pada Sabtu (5/4/2025).
Dana kompensasi sebesar Rp1 juta diberikan kepada sopir angkot sebagai bagian dari kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat selama periode mudik Lebaran 2025. Namun, diketahui ada pemotongan sebesar Rp200 ribu oleh oknum yang mengatasnamakan sumbangan sukarela.
Tak tinggal diam, Dedi mengambil dua langkah tegas. Pertama, ia mengganti langsung potongan tersebut kepada para sopir. Kedua, ia menegaskan bahwa pelaku pemotongan akan tetap diproses hukum.
“Untuk yang memotong dengan alasan bantuan sukarela, Anda tidak bisa tenang sebab saya akan proses hukum. Saya tidak suka uang kecil dipotong lagi. Saya tidak suka hal yang bersifat premanisme,” ujar Dedi.
Menurutnya, Rp200 ribu sangat berarti bagi keluarga sopir angkot. Dengan asumsi pengeluaran makan harian sebesar Rp50 ribu, uang itu bisa mencukupi kebutuhan empat hari.
Program kompensasi ini menyasar 1.322 sopir angkot di Kabupaten Bogor dan Cianjur, 463 pengemudi becak di Garut, Cirebon, dan Subang, serta 782 pengemudi delman di Garut, Tasikmalaya, dan Bandung Barat. Bantuan ini diberikan menyusul kebijakan pelarangan sementara operasional angkot, becak, dan delman guna memperlancar arus mudik dan balik.
Kebijakan ini terbukti efektif. Data Dinas Perhubungan Jawa Barat menunjukkan peningkatan kecepatan lalu lintas di sejumlah titik. Misalnya, lintas Garut–Bandung (Limbangan–Malangbong) meningkat dari 10–20 km/jam menjadi 20–30 km/jam. Sementara Garut–Tasikmalaya naik dari 20–30 km/jam menjadi 30–40 km/jam.
Respons masyarakat pun positif. Seorang pedagang di kawasan Puncak mengatakan, “Tahun sekarang lebih lancar. Saya mendukung program meliburkan angkot agar pemudik bisa lebih nyaman.”
Senada, pedagang warung lainnya mengaku merasakan dampaknya secara langsung. “Perbedaannya jauh dibanding tahun kemarin. Dulu macet sekali, sekarang lebih lancar,” ujarnya.
Kesimpulan: Dengan kebijakan kompensasi dan peliburan angkot selama mudik, Pemerintah Provinsi Jawa Barat berhasil menciptakan arus lalu lintas yang lebih lancar. Namun, kasus pemotongan dana menunjukkan perlunya pengawasan lebih ketat dan penegakan hukum tanpa kompromi, sebagaimana ditegaskan oleh Dedi Mulyadi. “Premanisme tidak boleh dibiarkan berkembang, apalagi mengatasnamakan bantuan,” pungkasnya.